Assalaamu'alaikum Wr. Wb.
Note:
kata “Aku” kembali kepada seorang akhwat yang menuliskan kisah
ini. Saya hanya mengutip. ^_^
Sore
itu, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid seusai
ashar.. seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku,
mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan
itu..“Anty sudah menikah ?”.“Belum mbak ”, jawabku .
Kemudian
akhwat itu bertanya lagi“ kenapa ?”
hanya
bisa ku jawab dengan senyuman. ingin ku jawab karena masih kuliah,
tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak
menunggu siapa?” Aku mencoba bertanya .“Nunggu suami”
jawabnya..Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah
tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati
bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya
kuberanikan juga untuk bertanya,.“Mbak kerja dimana?”, Entahlah
keyakinan apa yang meyakiniku bahwa Mbak ini seorang pekerja, padahal
setahu ku, akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu
rumah tangga.
“Alhamdulillah
2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi ”, jawabnya dengan
wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.
“ kenapa?”
tanyaku lagi .
Dia
hanya tersenyum dan menjawab,
“karena
inilah satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami”
jawabnya tegas ..Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran . Lagi-
lagi dia hanya tersenyum.“Ukhty, boleh saya cerita sedikit? Dan
saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para
wanita yang Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yang sangat
mencintai akhirat” ..“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu
saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya
bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang
hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya
saya menangis karena merasa durhaka padanya. Waktu itu jam 7 malam,
suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore
jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat itu juga suami
masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya juga lagi pusing.
Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata,.“Abi,
Umi pusing nih, ambil sendiri lah! ”.
Pusing
membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23. 30 saya
terbangun dan cepat – cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah
hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan
pulasnya . Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih
tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya?
Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci..Astagfirullah, kenapa
Abi mengerjakan semua ini? Bukankah Abi juga pusing tadi malam? Saya
segera masuk lagi ke kamar, berharap Abi sadar dan mau
menjelaskannya, tapi rasanya Abi terlalu lelah, hingga tak sadar
juga.
Rasa
iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya
Allah panas sekali pipinya, keningnya , Masya Allah, Abi demam,
tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya
pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya
membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu
sibuk diluar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya
.”.Subhanallah, aku melihat Mbak ini cerita dengan semangatnya,
membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata
yang di usapnya..“Anty tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda
jauh dengan gaji saya. Sekitar 600 -700 rb /bulan. 10x lipat lebih
rendah dari gaji saya. Dan malam itu saya benar- benar merasa durhaka
pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki , saya merasa tak perlu
meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil
jualannya itu pada saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya,
ia selalu berkata,.“Umi, ,ini ada titipan rezeki dari Allah. Di
ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya,
mudah-mudahan Umi ridho ”, begitu katanya.
Kenapa
baru sekarang saya merasakan dalamnya kata- kata itu. Betapa harta
ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya ”,
lanjutnya..“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti
bekerja, mudah -mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai
nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta,
dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang
menyepelekan suami.” Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan
bagiku untuk berbicara..“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung
ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini . Saya sedih,
karena orang tua, dan saudara – saudara saya tidak ada yang
mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Malah mereka
membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan orang lain.”.Aku
masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku
bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela
meninggalkan pekerjaan..“Kak , kita itu harus memikirkan masa
depan. Kita kerja juga untuk anak -anak kita Kak . Biaya hidup
sekarang ini besar. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan . Nah
kakak malah pengen berhenti kerja . Suami kakak pun penghasilannya
kurang . Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita
santai- santai aja dirumah. Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu
rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu
yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak
lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4
orang anak bapak , Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan
tetap dan yang paling buat kami kesal , sepertinya suami kakak itu
lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara
sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya
suami kakak itu”.
Ceritanya
kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat
..“Anty tau , saya hanya bisa nangis saat itu..Saya menangis bukan
Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi
saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya. Bagaimana
mungkin dia maremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal
dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia”.“Bagaimana
mungkin dia menghina orang yang senantiasa membanguni saya untuk
sujud dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan
kata -kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin
dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk
melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai
pekerjaan. “.“Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya
muliakan , ternyata begitu rendah dihadapannya hanya karena sebuah
pekerjaaan. Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin
melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya.
Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang
diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk
memenuhi hak -hak suami saya .Semoga saya tak lagi membantah perintah
suami. Semoga saya juga ridha atas besarnya nafkah itu. “.“Saya
bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan
begitu menghormati pekerjaannya , karena tak semua orang punya
keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih memilih jadi
pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tapi
lihatlah suami saya , tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri
dengan nafkah yang halal.”.” Itulah yang membuat saya begitu
bangga pada suami saya. Semoga jika anty mendapatkan suami seperti
saya, anty tak perlu malu untuk menceritakan pekerjaan suami anty
pada orang lain . Bukan masalah pekerjaannya ukhty , tapi masalah
halalnya, berkahnya , dan kita memohon pada Allah , semoga Allah
menjauhkan suami kita dari rizki yang haram” . Ucapnya terakhi ,
sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptonya, bergegas ingin
meninggalkanku.”.Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan
menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya
ditutupi kaca helm , meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil
mengucapkan salam, meninggalkanku. Wajah itu tenang sekali , wajah
seorang istri yang begitu ridha.
Ya
Allah….
Sekarang
giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik
dalam hidupku.
Pelajaran
yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..
Subhanallah..
Sumber : http://kisahislami.com
Semoga bermanfaat!
No comments:
Post a Comment