Assalaamu'alaikum Wr. Wb.
Sebagai
Umat Islam, pastilah kita mengenal sosoknya. Sosok yang begitu amat
dikagumi kala itu, salah satu Amirul Mu’minin “Umar bin Khattab”.
Walaupun kita tidak mengenal sosok beliau secara pribadi tetapi
melalui membaca sejarah, kita dapat mengetahui bagaimana beliau bisa
menjadi seorang Amirul Mu’minin yang begitu dicintai oleh
rakyatnya.
Saat
ini, kita hanya dapat mengenal sosok beliau melalui sejarah saja.
Andai kita dapat ikut merasakan bagaimana rasanya kepemimpinan
beliau, mungkin kita sebagai Umat Islam akan merasa bersedih. Karena
hingga saat ini Indonesia belum mampu mempunyai seorang sosok
“Pemimpin Pro Rakyat”.
Pemimpin
Indonesia, masih sering memikirkan dirinya sendiri tak peduli dengan
rakyatnya. Jauh berbeda dengan sosok Amirul Mu’minin “Umar bin
Khattab”. Sebagai pengganti khalifah Abu Bakar, mestinya khalifah
Umar mendapat gaji lebih banyak dari Abu Bakar, sebab wilayah
kekhalifahan islam semakin luas, sehingga semakin banyak pula tugas
dan kewajiban khalifah Umar, rakyatpun semakin makmur. Tetapi ia
meminta penerimaan gajinya sama dengan khalifah Abu Bakar
pendahulunya.
Para
sahabat merasa iba dan prihatin atas sikap dan kesederhanaan khalifah
Umar itu. Beberapa kali mereka mengusulkan agar khalifah umar mau
menerima gaji yg sesuai dengan tanggung jawabnya, namun usulan itu
selalu di tolaknya.
“Kenapa
kalian memaksaku untuk menerima gaji yg melebihi dari kebutuhanku?”
kata khalifah Umar. “Ketahuilah meskipun Rasulullah diampunkan
dosanya yg telah lewat dan yg akan datang, namun beliau tetap memilih
hidup melarat, tetapi tetap bersemangat dalam beribadah, apalagi
aku?”. Itulah khalifah Umar bin Khattab yg terkenal dengan
kezuhudanya. Meski dia sebagai kepala negara atau amirul mukminin,
dia tak tergiur oleh gemerlapnya harta benda. Jangankan untuk
korupsi, mengambil yg menjadi haknya sendiri saja ia enggan
melakukannya.
Itulah
sosok Umar bin Khattab yang tidak mau menerima gaji yang besar
walaupun tanggung jawab yang beliau emban cukuplah besar. Berbeda
sekali dengan para pemimpin kita saat ini, inginnya gaji besar tetapi
tanggung jawab yang diemban cukup kecil.
Selain itu Umar bin Khattab adalah sosok seorang pemimpin yang tidak pernah mau melihat anaknya hidup berfoya-foya walaupun ayahnya adalah seorang pemimpin. Suatu hari Umar bin Khattab r.a mendengar bahwa salah seorang anaknya membeli cincin bermata seharga seribu dirham. ia segera menulis surat teguran kepadanya dengan kata-kata sebagai berikut: “Aku mendengar bahwa engkau membeli cincin permata seharga seribu dirham. Kalau hal itu benar, maka segera juallah cincin itu dan gunakan uangnya untuk mengenyangkan seribu orang yang lapar, lalu buatlah cincin dari besi dan ukirlah dengan kata-kata, “Semoga Allah merahmati orang yang mengenali jati dirinya.”
Marilah
kita lihat saat ini kehidupan anak-anak para pemimpin kita. Mereka
bisa hidup enak dan berfoya-foya dengan segala fasilitas negara.
Tanpa mereka sadari bahwa apa yang mereka gunakan adalah milik
rakyat.
Umar
bin Khattab juga merupakan seorang pemimpin yang mau mengakui
kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahannya dengan berani. Hal
ini pernah terjadi ketika Umar bin Khattab r.a sedang berkhutbah,”
Jangan memberikan emas kawin lebih dari 40 uqiyah (1240 gram).
Barangsiapa melebihkannya maka kelebihannya akan kuserahkan ke baitul
maal.” Dengan berani, seorang wanita menjawab,”Apakah yang
dihalalkan Allah akan diharamkan oleh Umar? Bukankah Allah
berfirman,……sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di
antara mereka sejumlah harta, maka janganlah kamu mengambil dari
padanya sedikitpun………(An Nisaa’:20) Umar berkata,” Benar
apa yang dikatakan wanita itu dan Umar salah.
Apakah
saat ini kita pernah melihat pemimpin kita yang mau mengakui
kesalahnnya tanpa pernah mau mengalahkan orang lain. Dengan besar
hati dan legowo mau mengakui segala kesalahan yang telah
dilakukannya.
Umar bin Khattab juga merupakan seorang pemimpin yang sangat peduli pada rakyatnya. Hal ini sangat berbeda dengan para pemimpin kita saat ini. Tak ada pemimpin yang peduli dengan rakyat sepedulinya Umar bin Khattab, beliau selalu meninjau rakyatnya dari rumah ke rumah tanpa diketahui oleh rakyatnya. Jika sekarang mana ada pemimpin yang mau seperti itu berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain untuk melihat saat ini rakyatnya sedang makan apa. Mereka tidak peduli sama sekali.
Inilah
cerita tentang ibu yang memasak batu untuk menipu anak anaknya yang
sedang kelaparan. Suatu malam Umar bersama Aslam salah seorang
ajudannya menyamar untuk melakukan inspeksi keluar masuk kampung
untuk melihat kondisi rakyatnya. Di salah satu sudut kampung
terdengarlah rintihan pilu anak anak yang sedang menangis, dan
di sana Umar menemukan seorang ibu yang sedang memasak sesuatu di
tungkunya. “Wahai ibu anak anak mu kah yang sedang menangis itu?
Apa yang terjadi dengan mereka?”
“Mereka adalah anak anakku yang sedang menangis karena kelaparan” jawab sang Ibu sambil meneruskan pekerjaannya memasak.
“Mereka adalah anak anakku yang sedang menangis karena kelaparan” jawab sang Ibu sambil meneruskan pekerjaannya memasak.
Setelah
memperhatikan sekian lama, Umar dan Aslam keheranan karena masakan
sang ibu tidak juga kunjung siap sementara tangisan anak anaknya
semakin memilukan. “Wahai Ibu, apa yang engkau masak? Mengapa tidak
juga kunjung siap untuk anak anakmu yang kelaparan?” . “Engkau
lihatlah sendiri … “ dan alangkah terkejutnya Umar ketika melihat
bahwa yang sedang di masak sang ibu adalah setumpuk batu. “Engkau
memasak batu untuk anak anakmu?!!??” “Inilah kejahatan
pemerintahan Umar Bin Khattab …. “ rupanya sang ibu tidak
mengenali siapa yang sedang berdiri di hadapannya, “ … wahai
orang asing, aku adalah seorang janda, suamiku syahid di dalam perang
membela agama dan negara ini, tapi lihatlah apa yang telah dilakukan
Umar, dia samasekali tidak peduli dengan kami, dia telah melupakan
kami yang telah kehilangan kepala rumah tangga pencari nafkah. Hari
ini kami tidak memiliki makanan sedikitpun, aku telah meminta anak
anakku untuk berpuasa, dengan harapan saat berbuka aku bisa
mendapatkan uang untuk membeli makanan … tapi rupanya aku telah
gagal mendapatkan uang .. memasak batu aku lakukan untuk mengalihkan
perhatian anak anakku agar melupakan laparnya….“
“
…. sungguh Umar Bin Khattab tidaklah
layak menjadi seorang pemimpin, dia hanya memikirkan dirinya sendiri”
Aslam
sang ajudan hendak bergerak untuk menegur sang sang Ibu, hendak
memperingatkan dengan siapa dia sedang berbicara saat ini. Tapi Umar
segera melarangnya dan serta merta mengajaknya untuk pulang. Bukannya
langsung beristirahat, Umar segera mengambil satu karung gandum dan
dipikulnya sendiri untuk diberikan kepada sang Ibu. Beratnya beban
karung gandum membuat Umar berjalan terseok seok, nafasnya tersengah
engah dan keringat mengalir deras di wajahnya. Aslam yang melihat ini
segera berkata “ Wahai Amirul Mukminin, biarlah saya saja yang
membawa karung gandum itu …. “ Umar memandang Aslam sang ajudan “
… Wahai Aslam! Apakah engkau ingin menjerumuskan aku ke neraka?
Hari ini mungkin saja engkau mau menggantikan aku memikul beban
karung ini, tapi apakah engkau mau menggantikan aku untuk memikulnya
di hari pembalasan kelak?” Tak ada pemimpin jaman sekarang yang mau
melakukan apa yang telah dilakukan oleh Umar? Jangankan menggendong
sekarung gandum, buku agenda atau kertas catatan yang ringan saja pun
akan meminta sang ajudan untuk membawakannya.
Apakah masih ada pemimpin seperti Umar yang merelakan tidur nyenyaknya hilang karena berusaha untuk melihat, mencari tahu dan berhadapan secara langsung dengan penderitaan rakyatnya? Dan bukannya hanya sekedar mendengar dari ‘ bisik bisik manis’ sang ajudan dan orang orang terdekat, atau sekedar laporan ABS (Asal Bapak Senang).
Umar
bin Khattab merupakan seorang sosok yang sangat sederhana. Hal itu
dapat dilihat ketika beliau kedatanggan beberapa utusan dari
Kekaisaran Romawi ke kota Madinah untuk menemui Khalifah Umar bin
Khattab RA. Dalam benak mereka terbayanglah sosok Khalifah Umar bin
Khattab RA yang akan mereka temui adalah seorang raja yang sedang
duduk di atas singgasananya dalam sebuah istana yang megah dan mewah
serta dikelilingi oleh para pengawal dan pasukan yang banyak. Karena
mereka tidak mengetahui di mana istana Khalifah Umar, maka mereka
bertanya kepada salah seorang yang mereka temui di jalan dan
memintanya untuk menuntun mereka untuk menemui Khalifah Umar. Lalu
sampailah mereka di suatu tempat yang terdapat sebuah pohon kurma,
lalu sang penunjuk jalan berkata : “Inilah Khalifah Umar pemimpin
kami yang anda ingin temui.” Terperanjatlah para utusan itu karena
yang mereka lihat adalah seseorang yang sedang tidur sendirian di
bawah pohon kurma, hanya mengenakan pakaian yang sangat sederhana
tanpa seorangpun pengawal di sampingnya.
Coba
lihat sekarang, Istana negara yang berencana mau mengganti pagar
Istananya dengan dana yang mencapai milyaran rupiah, walaupun
mendapat kritikan dari berbagai pihak. pemimpin kita juga memberikan
berbagai alasannya juga.
Sangat menyedihkan memang, entah kapan Indonesia akan memiliki pemimpin yang pro pada rakyatnya. Tidak harus mirip atau menyerupai tetapi setidaknya adalah sedikit saja kemiripan seperti yang Umar bin Khattab miliki. Semoga suatu saat akan muncul seorang pemimpin Indonesia yang pro dengan rakyatnya. Amiin
Sangat menyedihkan memang, entah kapan Indonesia akan memiliki pemimpin yang pro pada rakyatnya. Tidak harus mirip atau menyerupai tetapi setidaknya adalah sedikit saja kemiripan seperti yang Umar bin Khattab miliki. Semoga suatu saat akan muncul seorang pemimpin Indonesia yang pro dengan rakyatnya. Amiin
Sumber
: http://kisahislami.com
Semoga
bermanfaat!
No comments:
Post a Comment